dfadrian blogs
take action
Wednesday, March 21, 2012
malam
Saat dimana kita harus melihat langit yang hanya berwarna hitam ditemani cahaya-cahaya kecil yang jumlahnya kalo pake bahasa kalkulus tu "tak hingga". Di malam hari selalu impian-impian besar maupun kecil muncul di otak dan mimpi. Bahkan kegalauan pun muncul pada malam hari. Gw suka banget sm yg namanya malam, karena gw bisa tidur dengan nyenyak. ya segitu dulu deh ya... good night semuanya!
Thursday, August 4, 2011
Sunday, January 23, 2011
sudah kah anda mandi?
Bangun tidur kuterus mandi…’ Inilah penggalan lagu anak-anak di Indonesia yang saya ingat mengenai kebiasaan di pagi hari. Kebiasaan yang ‘tabu’ dilakukan pada hari libur atau Minggu karena pada hari itu kita cenderung bermalas-malasan sebelum mandi. Namun, kebiasaan mandi khususnya di pagi hari, baik untuk kesegaran, memulai hari kita. Ada satu hal yang tidak saya temui di Belanda yaitu bak mandi plus gayungnya. Tentu saja karena bak mandi tidak dikenal di Belanda. Di Belanda hanya ada badkuip atau bathtub dan pancuran (shower). Kalau pun ada bak, itu juga yang berukuran besar alias kolam (renang). Oleh karena itu dalam bahasa Belanda sebelumnya hanya dikenal baden (mandi di kolam atau sungai) dan douchen (mandi dengan pancuran). Barulah setelah mandi dikenal oleh mereka, kosakata mandiĆ«n akhirnya masuk dalam bahasa Belanda. Termasuk kata mandiebak (bak mandi), mandiekamer (kamar mandi), dan gajoeng (gayung). Tidak hanya itu, menurut sastrawan Louis Couperus, istilah sirammen juga dipakai yang mengacu pada urusan membersihkan tubuh ini.
Urusan membersihkan diri ini bagi orang Belanda yang pernah tinggal di Hindia Belanda tentu sangat menarik karena di negeri asal mereka, apalagi jika musim dingin, mandi adalah suatu keterpaksaan. Bagi mereka tak perlu mandi, cukup membasuh atau mengelap tubuhnya. Lalu disemprotkan parfum, selesailah sudah. Maka ketika mereka menginjakkan kaki di negeri tropis ini, kebiasaan mandi adalah suatu keharusan. Jika tidak mau tubuhnya berbau harum.
Menurut sejarawan Anthony Reid, melimpahnya air merupakan salah satu ciri negeri tropis, khususnya Asia Tenggara. Oleh karena itu kelihatannya mereka tak perlu khawatir kehabisan air dan seolah tampak ‘boros’ jika membersihkan tubuh. Namun, saat ini persediaan air di beberapa kawasan dapat dikatakan begitu mengkhawatirkan.
Pada abad ke-17 orang Asia lebih dahulu memiliki kebiasaan mandi dengan menggunakan air mengalir dibandingkan orang Eropa yang antipati dengan kebiasaan itu. Orang Asia telah memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk membersihkan tubuh. Oleh karena itu mereka senang tinggal di tepi aliran sungai.
Jika tidak ada sungai, orang menuangkan seember air sumur di kepala mereka. Cara mandi seperti ini cenderung melarutkan bakteri tubuh bagian bawah menjauh dari kepala. Praktik ini lebih aman dibandingkan dengan mandi di dalam bak yang sama untuk semua anggota keluarga. Dimulai dari anggota keluarga tertua sampai termuda (bayi). Seperti yang dilakukan di negeri bercuaca dingin (Eropa).
Pada masa VOC, seperti halnya orang Portugis, orang Belanda yang ‘lebih berani’ pada air adalah kaum perempuan. Sementara itu kaum prianya ‘takut’ air alias enggan untuk mandi. Di kalangan orang Belanda di Batavia sendiri ada yang berpendapat pro dan kontra. Mereka yang terbiasa mandi, merasa tidak nyaman jika tidak mandi. Saat itu istilah yang dipakai adalah wassen (mencuci), bukan baden (mandi).
Pihak yang menganggap pentingnya mandi mengeluarkan peraturan khusus untuk para serdadu VOC yang mewajibkan mereka mandi setiap delapan atau sepuluh hari sekali. Namun, peraturan itu tak dipatuhi sebagaimana mestinya. Tetap saja mereka tak mau mandi. Maka dikeluarkan lagi peraturan susulan. Isinya para serdadu VOC di Rijswijk tidak boleh dipaksa mandi seminggu sekali.
Pada 1804, kelompok yang anti mandi mendapat angin dari Keuchenius, seorang dokter. Ia menyatakan mandi tidak perlu dan tidak baik untuk kesehatan. Keuchenius mengacu pada tempat mandi mereka di sungai yang secara detil digambarkan oleh J. Rach.
Tempat-tempat mandi pada masa VOC itu disebut paviljoentjes dan merupakan salah satu bagian dari gedung-gedung mewah milik para pembesar VOC. Di bawah tempat mandi berbentuk paseban itu dibuat semacam kerangkeng berterali kayu. Dalam kandang itulah, orang yang akan mandi turun ke bawah. Jelas, tempat mandi ini berada di udara terbuka.
Namun, pada abad ke-18 itu sudah ada pula kamar mandi tertutup dan setengah tertutup. Misalnya di halaman milik Reinier de Klerk di Jalan Gajah Mada (sekarang gedung Arsip Nasional). Menurut F. De Haan dalam Oud Batavia (1922) ada pula rumah-rumah besar pada masa itu yang memiliki waschhuis (rumah cuci) di halaman belakang rumah. Di tempat yang tak beratap itu disediakan tahang/tong kayu beserta gayung. Tempat semacam itu seringpula disebut mandihok (kandang mandi).
Pada masa berikutnya, melalui foto-foto tempo doeloe kita bisa menyaksikan sumur di halaman belakang rumah milik orang Belanda yang berfungsi sebagai sumber air kamar mandi. Kamar mandinya pun besar. Seperti kamar mandi rumah nenek saya di daerah Menteng (sekarang sudah rata dengan tanah) yang berukuran 2 x 1,5 x 1 meter. Jika harus membersihkannya kita pun harus masuk ke dalamnya.
Justus van Maurik, seorang pengusaha cerutu asal Amsterdam ini menceritakan masalah mandi ini. Menurutnya, di beberapa hotel di Hindia tergantung papan peringatan:
“Het is verboden in den mandiebak te baden of het water met zeep te verontreinigen.” (Dilarang masuk ke dalam bak mandi atau mengotori air dengan sabun).
Menariknya pada 1 Juni 1861, seorang pengusaha bernama Victor Thornerieux membuka sebuah hotel di Molenvliet (di kawasan Harmoni) yang diberi nama Hotel de l’Univers, mungkin sebagai saingan dan membedakan dengan Hotel des Indes di seberangnya. Menurut iklan yang dipasangnya, Hotel de l’Univers dilengkapi dengan kolam mandi berisi air kali!
Sementara itu Augusta de Wit, salah seorang turis Belanda yang berkunjung ke Jawa pada akhir abad ke-19 menuturkan kesannya tentang mandi. Menurutnya mandi beberapa kali sehari adalah keharusan. Kalau tidak mandi berarti tidak sopan. Mandi di Hindia pun berbeda dengan di Eropa. Di Eropa ia biasanya hanya berendam tapi di Hindia ia harus mengguyur badan dengan bergayung-gayung air. Suatu kenikmatan untuk jiwa dan raga, tulisnya.
Ketika tinggal di Belanda, saya pun merindukan mandi gebyar-gebyur seperti di tanah air. Rasanya ada yang hilang, baik suaranya maupun kesegarannya. Maklum saja di sana, air begitu dihemat dan bila musim dingin, tak kuatlah badan kita mandi air dingin. Jadi bagi Anda yang terbiasa mandi gebyar-gebyur dengan gayung jangan harap bisa menemukan bak mandi di Belanda. Kalaupun rindu mandi di sungai, janganlah juga langsung ingin mandi di grachten (kanal-kanal) di sana karena bisa dianggap menganggu ketertiban dan disangka mabok. Lagipula airnya juga kotor.
Sebaliknya kita di Indonesia pun harus ingat jika mandi. Jangan terlalu memboroskan air yang tak perlu. Hemat-hematlah penggunaan air karena masih banyak orang di daerah lain yang kekeringan dan memerlukan air. Menyinggung masalah menghemat air, di sebuah toko di Amsterdam saya pernah melihat t-shirt bertuliskan unik: Save the water, I drink beer! Mungkin di Jakarta tulisan itu dapat kita ganti: Save the water, I drink bajigur!
Urusan membersihkan diri ini bagi orang Belanda yang pernah tinggal di Hindia Belanda tentu sangat menarik karena di negeri asal mereka, apalagi jika musim dingin, mandi adalah suatu keterpaksaan. Bagi mereka tak perlu mandi, cukup membasuh atau mengelap tubuhnya. Lalu disemprotkan parfum, selesailah sudah. Maka ketika mereka menginjakkan kaki di negeri tropis ini, kebiasaan mandi adalah suatu keharusan. Jika tidak mau tubuhnya berbau harum.
Menurut sejarawan Anthony Reid, melimpahnya air merupakan salah satu ciri negeri tropis, khususnya Asia Tenggara. Oleh karena itu kelihatannya mereka tak perlu khawatir kehabisan air dan seolah tampak ‘boros’ jika membersihkan tubuh. Namun, saat ini persediaan air di beberapa kawasan dapat dikatakan begitu mengkhawatirkan.
Pada abad ke-17 orang Asia lebih dahulu memiliki kebiasaan mandi dengan menggunakan air mengalir dibandingkan orang Eropa yang antipati dengan kebiasaan itu. Orang Asia telah memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk membersihkan tubuh. Oleh karena itu mereka senang tinggal di tepi aliran sungai.
Jika tidak ada sungai, orang menuangkan seember air sumur di kepala mereka. Cara mandi seperti ini cenderung melarutkan bakteri tubuh bagian bawah menjauh dari kepala. Praktik ini lebih aman dibandingkan dengan mandi di dalam bak yang sama untuk semua anggota keluarga. Dimulai dari anggota keluarga tertua sampai termuda (bayi). Seperti yang dilakukan di negeri bercuaca dingin (Eropa).
Pada masa VOC, seperti halnya orang Portugis, orang Belanda yang ‘lebih berani’ pada air adalah kaum perempuan. Sementara itu kaum prianya ‘takut’ air alias enggan untuk mandi. Di kalangan orang Belanda di Batavia sendiri ada yang berpendapat pro dan kontra. Mereka yang terbiasa mandi, merasa tidak nyaman jika tidak mandi. Saat itu istilah yang dipakai adalah wassen (mencuci), bukan baden (mandi).
Pihak yang menganggap pentingnya mandi mengeluarkan peraturan khusus untuk para serdadu VOC yang mewajibkan mereka mandi setiap delapan atau sepuluh hari sekali. Namun, peraturan itu tak dipatuhi sebagaimana mestinya. Tetap saja mereka tak mau mandi. Maka dikeluarkan lagi peraturan susulan. Isinya para serdadu VOC di Rijswijk tidak boleh dipaksa mandi seminggu sekali.
Pada 1804, kelompok yang anti mandi mendapat angin dari Keuchenius, seorang dokter. Ia menyatakan mandi tidak perlu dan tidak baik untuk kesehatan. Keuchenius mengacu pada tempat mandi mereka di sungai yang secara detil digambarkan oleh J. Rach.
Tempat-tempat mandi pada masa VOC itu disebut paviljoentjes dan merupakan salah satu bagian dari gedung-gedung mewah milik para pembesar VOC. Di bawah tempat mandi berbentuk paseban itu dibuat semacam kerangkeng berterali kayu. Dalam kandang itulah, orang yang akan mandi turun ke bawah. Jelas, tempat mandi ini berada di udara terbuka.
Namun, pada abad ke-18 itu sudah ada pula kamar mandi tertutup dan setengah tertutup. Misalnya di halaman milik Reinier de Klerk di Jalan Gajah Mada (sekarang gedung Arsip Nasional). Menurut F. De Haan dalam Oud Batavia (1922) ada pula rumah-rumah besar pada masa itu yang memiliki waschhuis (rumah cuci) di halaman belakang rumah. Di tempat yang tak beratap itu disediakan tahang/tong kayu beserta gayung. Tempat semacam itu seringpula disebut mandihok (kandang mandi).
Pada masa berikutnya, melalui foto-foto tempo doeloe kita bisa menyaksikan sumur di halaman belakang rumah milik orang Belanda yang berfungsi sebagai sumber air kamar mandi. Kamar mandinya pun besar. Seperti kamar mandi rumah nenek saya di daerah Menteng (sekarang sudah rata dengan tanah) yang berukuran 2 x 1,5 x 1 meter. Jika harus membersihkannya kita pun harus masuk ke dalamnya.
Justus van Maurik, seorang pengusaha cerutu asal Amsterdam ini menceritakan masalah mandi ini. Menurutnya, di beberapa hotel di Hindia tergantung papan peringatan:
“Het is verboden in den mandiebak te baden of het water met zeep te verontreinigen.” (Dilarang masuk ke dalam bak mandi atau mengotori air dengan sabun).
Menariknya pada 1 Juni 1861, seorang pengusaha bernama Victor Thornerieux membuka sebuah hotel di Molenvliet (di kawasan Harmoni) yang diberi nama Hotel de l’Univers, mungkin sebagai saingan dan membedakan dengan Hotel des Indes di seberangnya. Menurut iklan yang dipasangnya, Hotel de l’Univers dilengkapi dengan kolam mandi berisi air kali!
Sementara itu Augusta de Wit, salah seorang turis Belanda yang berkunjung ke Jawa pada akhir abad ke-19 menuturkan kesannya tentang mandi. Menurutnya mandi beberapa kali sehari adalah keharusan. Kalau tidak mandi berarti tidak sopan. Mandi di Hindia pun berbeda dengan di Eropa. Di Eropa ia biasanya hanya berendam tapi di Hindia ia harus mengguyur badan dengan bergayung-gayung air. Suatu kenikmatan untuk jiwa dan raga, tulisnya.
Ketika tinggal di Belanda, saya pun merindukan mandi gebyar-gebyur seperti di tanah air. Rasanya ada yang hilang, baik suaranya maupun kesegarannya. Maklum saja di sana, air begitu dihemat dan bila musim dingin, tak kuatlah badan kita mandi air dingin. Jadi bagi Anda yang terbiasa mandi gebyar-gebyur dengan gayung jangan harap bisa menemukan bak mandi di Belanda. Kalaupun rindu mandi di sungai, janganlah juga langsung ingin mandi di grachten (kanal-kanal) di sana karena bisa dianggap menganggu ketertiban dan disangka mabok. Lagipula airnya juga kotor.
Sebaliknya kita di Indonesia pun harus ingat jika mandi. Jangan terlalu memboroskan air yang tak perlu. Hemat-hematlah penggunaan air karena masih banyak orang di daerah lain yang kekeringan dan memerlukan air. Menyinggung masalah menghemat air, di sebuah toko di Amsterdam saya pernah melihat t-shirt bertuliskan unik: Save the water, I drink beer! Mungkin di Jakarta tulisan itu dapat kita ganti: Save the water, I drink bajigur!
ayo kita beli...............
iPhone 4 hadir di Indonesia tanggal 17 Desember 2010.
Anda bisa mendapatkan Paket Bundling iPhone 4 simPATI Turbo yang tersedia di 15 GraPARI, Apple Premium Reseller (iBox, eStore, EMAX, pcMax, Infinite), Oke Shop, Seluler Shop, Sarindo, Telesindo Shop, dan Global Teleshop. Tersedia beragam paket yang sesuai dengan kebutuhan Anda
Paket iPhone 4 | kartuHALO* Turbo | kartuHALO* Turbo Plus | kartuHALO* Turbo Premium | Paket Bundling simPATI Turbo |
Biaya Bulanan** | Rp 270.000 | Rp 370.000 | Rp 555.000 | 0 |
Gratis Bicara (Menit)** | 0 | 180 | 360 | 0 |
Gratis SMS/MMS** | 0 / 20 | 150 / 20 | 300 / 20 | 0 / 20 |
Gratis Data (MB)** | 500 | 500 | 1.000 | 500 |
iPhone 4 16GB*** | Rp 2.765.000 | Rp 2.300.000 | Rp 1.375.000 | Rp 6.999.000 |
iPhone 4 32GB*** | Rp 3.800.000 | Rp 3.350.000 | Rp 2.415.000 | Rp 8.199.000 |
*) Hanya tersedia di 15 GraPARI pilihan dan bagi pelanggan kartuHALO existing yang memenuhi persyaratan:
- Length of Stay 6-12 bulan dengan rata-rata ARPU ≥ Rp 500.000,-
- Length of Stay ≥ 12 bulan dengan rata-rata ARPU ≥ Rp 300.000,-
- Harus melakukan pembayaran dengan auto debet kartu kredit.
**) Setiap bulan selama 12 bulan; Gratis Bicara berlaku untuk percakapan lokal semua operator; Gratis SMS & MMS berlaku untuk pengiriman sesama Telkomsel; Gratis Data hanya berlaku untuk penggunaan di wilayah Indonesia
***) Paket simPATI sudah termasuk pajak, paket kartuHALO belum termasuk pajak
***) Paket simPATI sudah termasuk pajak, paket kartuHALO belum termasuk pajak
Temukan kehebatan iPhone 4 di http://www.apple.com/iphone
Subscribe to:
Posts (Atom)